Kamis, 20 Juni 2019
The Sugarcane : Ucap Perpisahan Lewat ‘Undur Diri’
Musik
kian lekat dengan kehidupan manusia bahkan kerap kali musik mempunyai keajaiban tersendiri bagi
pendengarnya. Lagu dengan kolaborasi yang sesuai antara lirik dan musik mampu
membawa kita terlarut dalam suasana yang sesuai dengan lagu yang sedang di
dengarkan. Tak jarang pula sebuah lagu dengan lirik yang berkaitan dengan apa
yang sedang dirasakan mampu membuat seseorang terhanyut dalam rasa bahagia
ataupun rasa haru hingga meneteskan airmata. Seperti lagu berjudul ‘Undur Diri’ yang diciptakan oleh band
asal Medan bernama The Sugarcane.
Lagu
dengan aliran folk ini mengisahkan tentang suatu hubungan yang harus diakhiri.
Bukan karna adanya pihak lain yang turut masuk dalam kisah percintaan ini,
melainkan dua insan yang sudah tidak sejalan dan satu pemahaman lagi sehingga
terpaksa salah satu pihak pamit undur diri dari kisah ini, sebab jika terus
dijalani dan berjuang sendirian hanya akan menimbulkan luka yang lebih dalam.
Mereka tak tahu
Kau dan aku berbeda.
Perlahan ku mulai
lepaskan genggaman
Dan benci yang hadir
bersamaan
Kau tak lagi perduli
Kau ingkar janji
Aku. Undur diri..
Sebisaku Bertahan
Tapi harapmu perpisahan
Lirik
dengan diksi yang mudah dipahami dan sangat berkaitan dengan kisah cinta pada umumnya
menjadikan lagu ini sangat dinikmati, khususnya untuk anak muda yang tengah
merasakan kegundahan yang sama dengan lagu ini. Lagu ini juga merupakan
pengalaman kisah cinta pribadi dari salah satu personil The Sugarcane.
The
sugarcane yang beranggotakan 3 personil terdiri dari Rayhan, Yudha dan Dendi
ini sudah turut meramaikan belantika Musik Indonesia sejak 27 Maret 2016.
Ketiga personil merupakan Mahasiswa dari Universitas Sumatera Utara. Band
dengan aliran musik Folk ini mencoba
menyuguhkan musik bertemakan patah hati yang bernuansa manis bagi pendengarnya.
The Sugarcane mampu melihat peluang yang ada, mereka menyulap kisah patah hati
menjadi sebuah karya yang menguntungkan. “Kalau
kita patah hati jangan ditangisi, tapi jadikan itu sebuah karya yang bisa
menghasilkan Royalti” Ucap Dendi.
Minggu, 16 Juni 2019
Rassya Priyandira, Millenial Berkarya bersama Budaya
Berbicara
tentang puisi, kini identik dengan bahasa “penikmat senja”, “si pecinta indie”,
“Melankolis”, dan sebagainya. Terlebih jika puisi dikaitkan dengan gaya hidup
generasi millenial yang serba modern dan instan, maka tidak jarang mereka
mereka yang masih menggeluti bidang puisi sering dianggap kuno dan tidak
menarik. Tapi siapa sangka, bagaimanapun
setiap karya pasti memiliki penimatnya masing-masing.
Rassya
Priyandira salah satunya, pemuda kelahiran 19 Januari 2001 ini sejak duduk di
bangku sekolah sudah tertarik dengan dunia syair syair bernada yang berjaya
sejak tahun 1940 – 1980an tersebut. Ia yang juga merupakan anggota teater
sekolah, tentu memiliki dasar kuat di bidang kesastraan dan seni. Ditambah lagi
bakat bermain alat musik yang tidak diragukan, Rassya menjadi paket komplit
seorang seniman sejati. Hobinya tersebut sudah mengantarkan ia menyabet
beberapa juara pada kompetisi musikalisasi puisi mulai dari tingkat daerah hingga
nasional. Adapun kejuaraan yang pernah ia ikuti yaitu Festival musikalisasi
puisi tingkat provinsi yang diadakan di Medan, dilanjutkan dengan kegiatan
serupa bertaraf se-kepulauan (Sumatera) yang berlangsung di kota Padang, hingga
mencapai puncaknya ketika Rassya mengikuti kejuaraan oleh acara yang sama namun
berstandar nasional di Ibu Kota Indonesia, Jakarta.
Selain
musikalisasi puisi, Rassya yang mahir memainkan alat musik juga tergabung di
salah satu band yang ia dirikan bersama teman temannya yaitu Story for Luna.
Band beraliran post rock ini memulai debutnya di tahun 2017 silam dan mulai
mengembangkan sayapnya di dunia permusikan lokal. Single terbaru mereka “Stay
or Leave, End it” kini dapat didengarkan di aplikasi musik online seperti
Spotify. Di Story for Luna sendiri, Rassya memainkan alat musik Bass. Terkenal
dengan seorang yang ahli bermain gitar, maka tidak heran jika gitar bass masih
menjadi ranah keahliannya.
Melalui
hobi bermain gitar, tidak seperti musikalisasi puisi, cakupan publikasi Rassya
lebih luas. Selain bisa menuangkan hobinya tersebut dengan menjadi salah satu
personil band, ia mengakui lebih banyak kompetisi atau festival dengan cabang
lomba alat musik, terutama gitar. Maka dari itu, kini, Rassya cukup fokus
dengan hobi gitar nya dibanding musikalisasi puisi yang memang tidak semarak. Adapun
kegiatan kegiatan yang mendukung hobinya yang sudah pernah ia lakukan adalah kejuaraan FLS2N tingkat Kota Medan, dan
beberapa festival sekolah juga universitas.
Dibalik
kesibukannya sebagai personil band, Rassya tetap tidak melalaikan tugasnya
sebagai mahasiswa. Ia tetap aktif berkuliah di Ilmu Komunikasi Universitas
Sumatera Utara dan kini sudah duduk di semester 2. Bahkan, ia juga mengikuti
organisasi di kampusnya sebagai reporter di Pers Mahasiswa PIJAR. Rassya juga
beberapa kali ditunjuk sebagai penanggungjawab kegiatan di kampusnya. Ia menunjukkan bahwa membagi waktu secara
maksimal mungkin saja jika didasari niat yang siap. Kini, besar harapan Rassya
bahwa generasi muda kini mau melestarikan budaya sastra Indonesia meskipun
dilanda efek globalisasi besar-besaran. Menurutnya, generasi muda Indonesia
sebenarnya sangat mumpuni dalam segi kreatifitas apalagi bidang sastra. Hanya
saja, memang butuh tekad dan motivasi yang kuat agar mau berpartisipasi
melestarikan budaya. Rassya juga berkata, Indonesia harus lebih memikirkan
tingkat kecerdasan non-akademis generasi mudanya. Karena tidak semua orang memiliki
karakter yang sama. Ia berharap musikalisasi puisi ataupun hobi hobi lainnya
tidak lekang oleh perkembangan zaman.